Jakarta (ANTARA) - BPPT sedang mengembangkan program komputer bagi tunanetra yang mampu membantu mereka mengakses informasi selayaknya manusia normal.
"Program ini akan selesai tahun ini juga," kata Koordinator Pusat Sumber Daya Opensource Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Oskar Riandi seusai Pembukaan Pelatihan Komputer Bicara untuk Tunanetra di Jakarta, Senin.
Program tersebut, lanjut dia, adalah program Memdengar (Membaca dan Mendengar) berupa pembaca dokumen (dokument reader).
Caranya dokumen seperti buku hingga brosur dipindai (di-scan) dialihkan menjadi suatu teks di komputer menggunakan teknologi Optical Character Recognition (OCR) dan kemudian diterjemahkan dalam bentuk suara dengan teknologi screen reader.
"Ada fungsi tambahan linux dengan lisan untuk konfirmasi di mana komputer selalu mengatakan apa yang sedang dikerjakan si tunanetra, sehingga dia tahu apa yang sedang dilakukannya di layar komputer," kata Oskar.
Menurut dia, apa yang dikembangkan BPPT akan jauh lebih baik dibanding program yang saat ini digunakan oleh para tunanetra dalam mengakses komputer dan internet yakni program JAWS (Job Access With Speech) for Windows, suatu perangkat lunak Screen Reader dari AS.
"Program JAWS ini mahal, sampai 1.200 dollar AS untuk dua unit komputer, sementara program yang kami buat dibangun dengan opensource dan bisa diperoleh gratis," katanya.
Keunggulan dari apa yang dikembangkan BPPT, ujarnya, selain menggunakan bahasa Indonesia, juga menggunakan teknologi penterjemahan dari suara menjadi teks, sehingga tunanetra bisa berbicara melalui mikrofon ke komputer untuk diterjemahkan ke dalam perintah dan teks.
Keakuratannya kini mencapai 93 persen, menurut dia, sudah meningkat dibanding pertama kali mulai dilakukan riset.
Dikatakan Oskar, teknologi bahasa dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang merupakan prioritas nasional itu yakni speech recognition atau pengenal lisan, yang mengubah dari suara menjadi teks.
Sintesa suara yang mengubah teks menjadi suara, dan mesin penterjemah yang menterjemahkan bahasa Indonesia ke berbagai bahasa asing secara lisan maupun tertulis.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Didik Tarsidi, mengatakan, teknologi terkini telah membuat orang tunanetra menjadi seperti orang yang tidak buta.
"Dengan teknologi, tunanetra sekarang bisa mendapat akses internet dan informasi tak terbatas seperti layaknya orang yang melek," katanya.
Senin, 08 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar